Sabtu, 31 Desember 2011

AHLI WARIS PENGGANTI

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
    Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat itu. Hal ini disebabkan hukum kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa, yang merupakan peristiwa hukum dan lazim disebut meninggal dunia. Apabila ada suatu peristiwa hukum yaitu meninggalnya seseorang sekaligus menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur dalam hukum kewarisan.
    Hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belum merupakan unifikasi hukum. Atas dasar peta hukum yang masih demikian pluralistiknya, akibatnya sampai sekarang ini pengaturan masalah warisan di Indonesia masih terdapat keberagaman. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, satu di antaranya seperti yang di kemukakan Mochtar Kusumaatmadja, bahwa “…bidang hukum waris di anggap sebagai salah satu bidang hukum yang berada di luar “ bidang-bidang yang bersifat “netral” seperti hukum perseroaan, hukum kontrak (perikatan), dan hukum lalu lintas (darat, air dan udara) . Dengan demikian, bidang hukum waris ini menurut kriteria Mochtar Kusumaatmadja, termasuk “bidang hukum yang mengandung terlalu banyak halangan, adanya komplikasi-komplikasi kultural, keagamaan, dan sosiologi. Hukum waris sebagai salah satu bidang hukum yang berada diluar bidang yang bersifat netral kiranya sulit untuk diperbaharui dengan jalan perundang-undangan atau kodifikasi guna mencapai suatu unifikasi hukum. Hal itu disebabkan upaya ke arah membuat hukum waris yang sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran masyarakat akan senantiasa mendapat kesulitan, mengingat beranekaragamnya corak budaya, agama, sosial, dan adat istiadat serta sistem kekeluargaan yang hidup dan berkembang didalam masyarakat Indonesia.
    Salah satu hukum waris yang berlaku di Indonesia adalah hukum waris Islam. Hukum waris Islam berlaku bagi orang Indonesia (baik asli ataupun keturunan) yang beragama Islam berdasarkan S. 1854 No.129 yang di Undangkan di Belanda dengan S. 1855 No. 2 di Indonesia dengan S. 1929 No.22, yang telah ditambah, diubah dan sebagainya terakhir dengan pasal 29 UUD 1945, jo. Tap No. II/MPRS/1961 lampiran A No. 34 jo. GBHN 1983 Tap No. II/MPR/1983 Bab IV.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, di dalam penjelasan Undang-undang tersebut menyatakan bahwa “ para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang digunakan dalam pembagian warisan, dinyatakan dihapus” , secara tidak langsung berarti bahwa hukum bagi yang beragama Islam berlaku hukum waris Islam.
    Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana saja di dunia ini. Sungguhpun demikian, corak suatu Negara Islam dan kehidupan masyarakat di Negara atau daerah tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan di daerah itu. Pengaruh itu adalah pengaruh terbatas yang tidak dapat melampaui garis pokok-garis pokok dari ketentuan hukum kewarisan Islam tersebut. Namun pengaruh tadi dapat terjadi pada bagian-bagian yang berasal dari ijtihad atau pendekatan ahli-ahli hukum Islam sendiri.
    Salah satu konsep pembaharuan hukum kewarisan Islam di Indonesia yaitu berupa hukum material dalam Kompilasi Hukum Islam melalui Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991.  Sebagaimana di kemukakan oleh Bustanul Arifin :
a.    Untuk dapat berlakunya hukum (Islam) di Indonesia harus ada antara lain hukum yang jelas dan dapat dilaksanakan baik oleh aparat penegak hukum maupun oleh masyarakat.
b.    Persepsi yang tidak seragam tentang syar’iyah akan dan sudah menyebabkan hal-hal :
1) Ketidak seragaman dalam menentukan apa-apa yang disebut Hukum  Islam itu
2) Tidak mendapat kejelasan bagaimana menjalankan Syariat itu.
3) Akibat kepanjangannya adalah tidak mampu menggunakan jalan-jalan dan alat-alat yang telah tersedia dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan Perundang-Undangan lainnya.
    Salah satu konsep pembaharuan hukum kewarisan Islam dalam Kompilasai Hukum Islam (KHI) adalah diberikannya hak seorang ahli waris yang telah meninggal dunia kepada keturunannya yang masih hidup. Aturan ini tercantum dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disingkat dengan KHI) yang berbunyi selengkapnya sebagai berikut :
(1)    Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat di gantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
(2)    Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat. 
    Dilihat dari tujuannya pembaharuan hukum kewarisan tersebut dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah dan menghindari sengketa. Dalam kaitannya dengan hal itu,  menurut Soepomo  “ munculnya intitusi pergantian tempat didasarkan pada aliran pemikiran bahwa harta benda dalam keluarga sejak semula memang disediakan sebagai dasar material keluarga dan turunannya”.   Jika seorang anak meninggal sedang orang tuannya masih hidup anak-anak dari orang yang meninggal dunia tersebut akan menggantikan kedudukan bapaknya sebagai ahli waris kakeknya.
    Perubahan dan pembaharuan hukum waris Islam terjadi secara nyata dalam sejarah pemikiran hukum Islam, sejarah juga menunjukkan bahwa pada sepanjang pemikiran hukum waris Islam tidaklah berhenti, walaupun ada yang beranggapan bahwa pintu ijtihad telah tertutup, namum sesungguhnya pemikiran hukum Islam tetap dilakukan setidaknya oleh dua golongan penegak syariat Islam yaitu Qadhi/Hakim dan Mufti. Hakim melakukan pemikiran hukum dengan jalan melaksanakan melalui putusan Pengadilan, sedangkan Mufti melalui fatwa-fatwa hukum. 
Masyarakat Seberang Kota Jambi dikenal sebagai pemeluk agama Islam yang teguh memegang dan melaksanakan ajaran Islam. Hampir semua aspek kehidupan di ukur dengan hukum Islam seperti hukum boleh atau tidak boleh, makruh wajib dan sebagainya. Hampir semua sikap dan tingkah laku kehidupan sehari-hari menggunakan hukum Islam sehingga seberang Kota Jambi mendapat julukan Serambi Mekah-nya kota Jambi, sumber rujukan halal, haram berasal dari tuan guru (kiai di Jawa, ajengan di daerah Sunda) yaitu seorang yang dijadikan tempat bertanya atas masalah-masalah yang timbul, oleh karena itu kefanatikan agama mereka lebih menjurus kepada fanatisme terhadap tuan guru , begitu pula mengenai hukum pewarisan pada masyarakat seberang dalam pembagian harta warisan menggunakan kitab-kitab fiqih klasik.
Dari penelitian awal penulis ada contoh kasus mengenai tidak diterapkannya Pasal 185 KHI, Pada tahun 1994 Si Fulan (bukan nama sebenarnya) laki-laki (9 Tahun), orang tuanya meninggal dunia (Ibu). Pada Tahun  2003 Kakek dari si Fulan meninggal dunia dan meninggalkan lima orang anak (ahli waris), dua laki-laki dan tiga orang perempuan. Dalam pembagian warisan kekek Si Fulan, Si Fulan tidak mendapatkan bagian dari harta warisan kakeknya di karenakan kedudukan si Fulan terhijab oleh anak kakekya. Ketika penulis mewawancarai Si Fulan mengenai Pasal 185 KHI, Si Fulan menjawab bahwa memang sebenarnya Si Fulan tidak mendapatkan bagian karena terhijab oleh paman dan bibinya, hal ini dikarenakan selama belajar Ilmu Faraidh (ajaran Syafi’i) tidak pernah ada yang dinamakan Ahli waris pengganti, oleh karena itu selama ini Si Fulan tidak pernah menuntut ke Paman atau bibinya maupun ke Pengadilan Agama. Kerena menurut penyataan Si Fulan masalah harta warisan adalah ketetapan Allah dan tidak hanya sekedar urusan dunia tapi juga urusan akhirat.
Sebaliknya jika Si Fulan mengajukan gugatan di Pengadilan agama maka secara tidak langsung rasa keadilan pada ahli waris (paman dan bibinya) akan terganggu karena persepsi pada masyarakat tersebut tidak mengenal penggantian tempat. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis menduga bahwa di Sebrang Kota Jambi pelaksaan pembagian waris bagi ahli waris pengganti tidak berjalan sebagaimana mestinya
    Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat perihal kewarisan menurut hukum Islam “ Ahli waris pengganti menurut Kompilasi Hukum Islam dan penerapannya di Kecamatan Pelayangan Kelurahan Tahtul Yaman”.

B.     Perumusan Masalah
    Agar tidak terjadi kesalahan dalam penulisan ini pada umumnya maupun tidak terjadi kerancuan dalam pembahasannya, maka penulis membatasi permasalahannya yaitu Apakah Faktor-faktor penyebab mengapa Pasal 185 KHI tentang ahli waris pengganti pada masyarakat seberang Kota Jambi di Kecamatan Pelayangan Kelurahan Tahtul Yaman belum terlaksana?

C.     Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.  Tujuan Penelitian.
  Adapun tujuan penelitan ini adalah :
         Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Pasal 185 KHI tentang ahli waris pengganti pada masyarakat seberang Kota Jambi di Kecamatan Pelayangan Kelurahan Tahtul Yaman.
2. Manfaat Penelitian.
Adapun Manfaat Penelitian ini adalah :
a.    Secara teoritis penelitian bermanfaat sebagai titik tolak penelitian lebih lanjut tentang penerapan dan kendala-kendala tentang ahli waris menurut Kompilasi Hukum Islam pada masyarakat seberang kota Jambi di Kecamatan Pelayangan Kelurahan Tahtul Yaman.
b.    Secara praktis penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan dalam penerapan Pasal 185 KHI tentang ahli waris pengganti.

D.     Kerangka Konseptual.
2. Kerangka Konseptual.
Agar dapat memahami maksud yang terkandung dalam penulisan skripsi ini terlebih dahulu haruslah di ketahui pengertian judul skripsi ini sendiri, untuk itu perlulah di ketahui pengertian dari istilah-istilah berikut :
1.    Ahli waris pengganti adalah Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat di gantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
2.    Kompilasi Hukum Islam adalah rangkuman dari berbagai pendapat ulama fiqih yang biasa di pergunakan sebagai referensi pada pengadilan agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun dalam satu himpunan. 
3.    Penerapan adalah pengenaan: perihal mempraktekkan.
Maksud judul skripsi ini adalah Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat di gantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173, menurut Kompilasi Hukum Islam adalah rangkuman dari berbagai pendapat ulama fiqih yang biasa di pergunakan sebagai referensi pada pengadilan agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun dalam satu himpunan dan prakteknya di Kecamatan Pelayangan, Kelurahan Tahtul Yaman.

E.    Metode Penelitian
1.  Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan pada masyarakat Kecamatan Pelayangan, Kelurahan Tahtul Yaman, yang terletak di Seberang Kota Jambi. Seberang Kota Jambi terdiri dari 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan Pelayangan,  Kecamatan Pelayangan terdiri dari 6(enam) Kelurahan yaitu Kelurahan Tengah, Kelurahan Jelmu, Kelurahan Mudung Laut, Kelurahan Arab Melayu,  Kelurahan Tahtul Yaman, Kelurahan Tanjung Johor yang telah melakukan pembagian warisan.

2.  Spesifikasi Penelitian
Spesipikasi penelitian ini berbentuk deskriftif yaitu penulis menggambarkan mengenai perihal ahli waris pengganti menurut Kompilasi Hukum Islam dan Penerapannya di Kecamatan Pelayangan Kelurahan Tahtul Yaman.
3.  Metode Pendekatan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis empiris yaitu untuk mengetahui dan menganalisa fakta empiris yang berkaitan dengan masalah ahli waris pengganti menurut Kompilasi Hukum Islam dan Penerapannya di Kecamatan Pelayangan, Kelurahan Tahtul Yaman.
4.  Populasi dan Sampel Penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah ahli waris pengganti dari seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan harta warisan, jumlah populasi dari penelitian ini adalah 21 (orang Ahli waris pengganti), terdiri dari 7 keluarga (kasus/proses pewarisan), melalui purposive sampling ditentukan 7 (orang ahli waris pengganti) untuk dijadikan sampel. selain responden, data dalam penelitian ini juga di peroleh dari Informan, yaitu Tokoh agama yang memahami tentang permasalahan waris.
5.  Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang penulis pergunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah berupa wawancara, yaitu penulis berhadapan langsung dengan para responden untuk mengadakan tanya jawab langsung berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah di sediakan terlebih dahulu.
6.  Sumber Data
 a. Data Primer
Yaitu data yang di peroleh langsung di lapangan penelitian melalui responden yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, dengan cara mempelajari Al-Qur’an, Hadits, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Inpres Nomor 1 tahun 1991.  literatur-literatur, majalah maupun bacaan-bacaan ilmiah yang berkenaan dengan penulisan skripsi ini. Serta dengan mempelajari Kamus Hukum dan Kamus Umum  Bahasa Indonesia.
7.  Analisis Data
Dari data yang di peroleh baik data primer maupun data sekunder yang di kumpulkan, di seleksi dan di klasifikasikan, setelah data di klasifikasikan di lakukan analisis secara Kualitatif. Dari analisis tersebut ditarik suatu kesimpulan yang di tuangkan dalam bentuk pernyataan pada bab pembahasan.

F. Sistematika Penulisan
    Dalam penulisan skripsi ini di susun bab demi bab, di mana antara materi pada bab satu dengan bab yang berikutnya saling berkaitan. Secara garis besar di uraikan sebagai berikut :
Bab I: Pendahuluan
    Di dalam bab ini, Penulis mengemukakan latar belakang, mengapa penulis memilih judul ini sebagai objek pembahasan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian, serta di akhiri sistematika penulisan.
Bab II: Tinjauan Pustaka
    Di dalam bab ini, Penulis akan mengawali dengan sub bab pertama tentang ketentuan umum mengenai kewarisan Islam, pengertian kewarisan Islam, Asas asas hukum Kewarisan Islam, Unsur-unsur kewarisan dalam Islam, Sebab-sebab waris mewarisi, Hal-Hal yang Menghalangi Mendapatkan Warisan, Sub bab kedua Ahli Waris Pengganti dalam Kewarisan Islam, Kewarisan Menurut Ajaran Syafi’i, Kewarisan Menurut Ajaran Hazairin, Pembagian untuk cucu menurut ajaran patrilinial dan ajaran bilateral
Bab III: Pembahasan
    Bab ini merupakan pembahasan dari penulisan skripsi ini, dimana didalamnya terdapat pembahasan mengenai masalah Faktor-faktor yang mempengaruhi  penerapan Pasal 185 KHI tentang ahli waris pengganti pada masyarakat seberang Kota Jambi di Kecamatam Pelayngan Kelurahan Tahtul Yaman.
Bab IV: Penutup
    Sebagai akhir skripsi ini di kemukakan mengenai kesimpulan dan saran-saran yang di anggap bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar